Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Induktif, Deduktif dan Verifikatif

Dalam upaya menggali pengetahuan lebih lanjut dalam IPA, kemampuan berpikir induktif, deduktif dan verifikatif harus dapat dilatih semenjak dini.

Tujuannya adalah agar manusia terbiasa memanfaatkan kemampuan indera dan kemampuan berpikir logis menjadi kebiasaan dalam hidup dan kehidupannya.

Untuk mencapai tujuan ini maka para ilmuwan berusaha untuk memecahkan berbagai persoalan dengan mengajukan pertanyaan dengan apa? bagaimana? dan mengapa? Bentuk pertanyaan apakah? pada umumnya memerlukan jawaban paling sederhana yang bersifat deskripsi.

Misalnya: jenis batuan apakah ini? Jawaban dari pertanyaan ini singkat, atau hanya memerlukan jawab singkat dan pada umumnya jawaban bersuku kata pendek.

Selanjutnya pertanyaan bagaimana? pada umumnya jawabannya menuntut keterlibatan adanya proses. Dari segi tingkatan berpikir memiliki dimensi yang lebih tinggi daripada pertanyaan apa? Misalnya bagaimanakah energi panas dapat merambat dalam sepotong besi?

Untuk menjawab pertanyaan ini maka diperlukan pemahaman akan gejala konduksi dalam logam, pemahaman perbedaan suhu antar ujung logam, dan jenis logam yang dapat menghantarkan panas dan sebagainya.

Perbedaan suhu antara dua ujung konduktor mengakibatkan terjadinya perambatan panas. Pengetahuan tentang faktor yang dapat menghantarkan kalor akan melibatkan susunan molekul zat, aliran panas dalam bentuk energi dan sebagainya. Tentu saja jawaban dari pertanyaan bagaimana lebih rumit dari pada pertanyaan dengan apakah.

Memulai pertanyaan dengan mengapa? merupakan pertanyaan IPA yang dianggap paling sulit menjawabnya. Dengan frase kata mengapa setiap kali bertanya, tentu tidak akan dapat dijawab secara mudah atau bahkan pertanyaan ini seringkali tidak berakhir pada satu atau dua jawaban saja. Jawaban ini akan berakhir pada yang maha pencipta Allah swt.

Pertanyaan dengan mengapa, akan menghantarkan kita pada langkah berpikir ilmiah yakni upaya untuk dapat merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis tersebut. Hipotesis adalah suatu dugaan yang sifatnya sementara dan akan dibuktikan kebenaran lewat pengumpulan fakta empiris. Suatu hipotesis tidak akan memiliki arti atau makna manakala kita tidak dapat melakukan apa yang diharapkan dari hipotesis tersebut.

Pada umumnya hipotesis diajukan manakala kita berusaha untuk menjelaskan secara jelas dan lengkap lewat pengumpulan fakta-fakta. Dengan pengertian lain hipotesis dalam IPA ini, maka hipotesis harus dapat diuji secara eksperimental. Hasil pengujian tersebut mungkin sesuai dengan jawaban hipotesis, namun juga tidak jarang hasilnya berlawanan dengan hipotesis tersebut.

Jika ternyata hasilnya berlawanan maka perlu dilakukan kajian, apakah akan dibuang/ditiadakan atau apakah ramalan yang diajukan diperbaiki. Hasil perbaikan hipotesis tersebut Jadi ada hubungan timbal balik antara pengembangan penalaran, perumusan hipotesis, pengembangan eksperimen, lalu melakukan pengujian (baik dengan statistik maupun bukan statistik) serta pengembangan fakta baru merupakan inti dari proses ilmiah atau siklus dalam pengembangan metode ilmiah.

Kebenaran ilmiah ada kalanya sejalan dengan kehendak atau pikiran manusia, namun demikian seringkali berbeda dengan pikiran manusia. Hukum ilmiah dalam hal ini berbeda dengan hukum yang dibuat manusia misalnya produk lembaga yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, tata tertib RT, RW dan sebagainya.

Hukum ilmiah ini seringkali disebut sunnatullah, hukum Tuhan yang dirumuskan lewat pengamatan dan berpikir rasional yang dirumuskan oleh manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa gejala atau peristiwa alam maupun gejala bendanya seringkali berada di luar kekuasaan manusia.

Hukum yang dibuat manusia, baik berupa undang-undang, peraturan dan sebagainya dapat berubah setiap waktu sepanjang tak sesuai dengan maksud dan tujuannya, sedangkan hukum alam bersifat abadi. 

0 Response to "Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Induktif, Deduktif dan Verifikatif"

Posting Komentar